Pulau Sulawesi dalam Keilmuan Geologi

Pulau Sulawesi adalah salah satu pulau terbesar di Indonesia yang memiliki keunikan dan kekayaan geologi yang luar biasa. Pulau ini terbentuk akibat pertemuan tiga lempeng besar, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik, serta beberapa lempeng kecil, seperti lempeng Sangihe, lempeng Halmahera, dan lempeng Banda. Proses tektonik yang kompleks ini menghasilkan keragaman batuan dan struktur geologi yang menarik untuk dipelajari.

Tujuan dari artikel ini adalah untuk membahas tentang geologi pulau Sulawesi, mulai dari peta geologi, setting geologi, struktur geologi, stratigrafi, hingga potensi sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Artikel ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pembaca yang tertarik dengan geologi pulau Sulawesi.

Rumusan masalah yang akan dijawab dalam artikel ini adalah sebagai berikut:

  • Bagaimana peta geologi pulau Sulawesi?
  • Bagaimana setting geologi pulau Sulawesi?
  • Bagaimana struktur geologi pulau Sulawesi?
  • Bagaimana stratigrafi pulau Sulawesi?
  • Bagaimana potensi sumber daya alam pulau Sulawesi?

Hipotesis yang akan diuji dalam artikel ini adalah sebagai berikut:

  • Peta geologi pulau Sulawesi menunjukkan jenis-jenis batuan dan formasi geologi yang ada di pulau ini.
  • Setting geologi pulau Sulawesi dipengaruhi oleh pertemuan tiga lempeng besar dan beberapa lempeng kecil yang membentuk lima daerah tektonik dengan karakteristik geologi yang berbeda.
  • Struktur geologi pulau Sulawesi terdiri dari sesar, lipatan, dan rekahan yang berdampak pada morfologi dan geodinamika pulau ini.
  • Stratigrafi pulau Sulawesi terdiri dari batuan vulkanik, sedimen, metamorf, dan ofiolit yang memiliki hubungan stratigrafi antara daerah tektonik yang berbeda.
  • Potensi sumber daya alam pulau Sulawesi meliputi mineral, batubara, panas bumi, migas, dan air tanah yang memiliki lokasi, cadangan, dan kualitas yang bervariasi.

Isi artikel ini akan dibagi menjadi enam bagian, yaitu:

  • Peta Geologi Pulau Sulawesi
  • Setting Geologi Pulau Sulawesi
  • Struktur Geologi Pulau Sulawesi
  • Stratigrafi Pulau Sulawesi
  • Potensi Sumber Daya Alam Pulau Sulawesi
  • Penutup

Peta Geologi Pulau Sulawesi

Pulau Sulawesi memiliki letak geografis di antara 0° 30′ – 6° 30′ LS dan 118° 30′ – 127° 00′ BT. Pulau ini memiliki bentuk yang mirip dengan huruf K yang terbalik, dengan empat semenanjung yang menjorok ke arah yang berbeda. Luas pulau Sulawesi adalah sekitar 189.216 km2, yang terdiri dari daratan seluas 174.600 km2 dan perairan seluas 14.616 km2.

Peta geologi pulau Sulawesi dapat dilihat pada gambar berikut:

Peta geologi pulau Sulawesi menunjukkan jenis-jenis batuan dan formasi geologi yang ada di pulau ini. Batuan yang terdapat di pulau Sulawesi dapat dibagi menjadi empat kelompok utama, yaitu:

  • Batuan vulkanik, yang terbentuk akibat aktivitas gunung berapi di pulau ini. Batuan vulkanik meliputi batuan beku luar (ekstrusif), seperti andesit, basalt, dan riolit, serta batuan beku dalam (intrusif), seperti granit, diorit, dan gabro.
  • Batuan sedimen, yang terbentuk akibat pengendapan material di permukaan bumi. Batuan sedimen meliputi batuan klastik, seperti konglomerat, breksi, batupasir, dan lempung, serta batuan non-klastik, seperti batugamping, dolomit, dan batubara.
  • Batuan metamorf, yang terbentuk akibat perubahan suhu, tekanan, dan fluida pada batuan asal. Batuan metamorf meliputi batuan metamorf regional, seperti sekis, filit, skarn, dan gneis, serta batuan metamorf kontak, seperti hornfels, marmer, dan kuarsit.
  • Batuan ofiolit, yang terbentuk akibat obduksi (tumpang tindih) lempeng samudra ke atas lempeng benua. Batuan ofiolit meliputi batuan mantel, seperti peridotit dan serpentinit, serta batuan kerak samudra, seperti gabro, diabas, basalt, dan kersit.

Formasi geologi yang terdapat di pulau Sulawesi dapat dibagi menjadi beberapa satuan, yaitu:

  • Formasi Latimojong, yang terdiri dari batuan vulkanik dan sedimen yang berasal dari zaman Paleozoik hingga Mesozoik. Formasi ini terdapat di daerah Sulawesi Selatan dan Tenggara.
  • Formasi Malino, yang terdiri dari batuan vulkanik dan sedimen yang berasal dari zaman Mesozoik hingga Tersier. Formasi ini terdapat di daerah Sulawesi Selatan dan Tengah.
  • Formasi Tonasa, yang terdiri dari batuan sedimen yang berasal dari zaman Tersier. Formasi ini terdapat di daerah Sulawesi Selatan dan Tenggara.
  • Formasi Matano, yang terdiri dari batuan vulkanik, sedimen, dan ofiolit yang berasal dari zaman Tersier. Formasi ini terdapat di daerah Sulawesi Selatan dan Tengah.
  • Formasi Kolonodale, yang terdiri dari batuan vulkanik, sedimen, dan ofiolit yang berasal dari zaman Tersier. Formasi ini terdapat di daerah Sulawesi Tengah dan Utara.
  • Formasi Tomini, yang terdiri dari batuan vulkanik dan sedimen yang berasal dari zaman Tersier. Formasi ini terdapat di daerah Sulawesi Tengah dan Utara.
  • Formasi Gorontalo, yang terdiri dari batuan vulkanik dan sedimen yang berasal dari zaman Tersier. Formasi ini terdapat di daerah Sulawesi Utara dan Gorontalo.
  • Formasi Sangihe, yang terdiri dari batuan vulkanik dan sedimen yang berasal dari zaman Kuarter. Formasi ini terdapat di daerah Sulawesi Utara dan Kepulauan Sangihe.
  • Formasi Halmahera, yang terdiri dari batuan vulkanik dan sedimen yang berasal dari zaman Kuarter. Formasi ini terdapat di daerah Sulawesi Utara dan Kepulauan Halmahera.

Setting Geologi Pulau Sulawesi

Setting geologi pulau Sulawesi dipengaruhi oleh kondisi tektonik yang kompleks, yaitu pertemuan tiga lempeng besar dan beberapa lempeng kecil yang saling berinteraksi. Lempeng-lempeng ini adalah:

  • Lempeng Eurasia, yang bergerak ke arah timur dengan kecepatan sekitar 6 cm/tahun. Lempeng ini membentuk lempeng Sunda, yang meliputi sebagian besar Indonesia bagian barat, termasuk Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.
  • Lempeng Indo-Australia, yang bergerak ke arah utara dengan kecepatan sekitar 7 cm/tahun. Lempeng ini membentuk lempeng India, yang meliputi India dan sebagian Asia Selatan, serta lempeng Australia, yang meliputi Australia dan sebagian Indonesia bagian timur, termasuk Papua.
  • Lempeng Pasifik, yang bergerak ke arah barat dengan kecepatan sekitar 10 cm/tahun. Lempeng ini membentuk lempeng Filipina, yang meliputi Filipina dan sebagian Indonesia bagian timur, termasuk Sulawesi Utara dan Kepulauan Maluku.
  • Lempeng Sangihe, yang bergerak ke arah barat laut dengan kecepatan sekitar 4 cm/tahun. Lempeng ini merupakan lempeng mikro yang terletak di antara lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik, yang meliputi Kepulauan Sangihe dan sebagian Sulawesi Utara.
  • Lempeng Halmahera, yang bergerak ke arah barat daya dengan kecepatan sekitar 3 cm/tahun. Lempeng ini merupakan lempeng mikro yang terletak di antara lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik, yang meliputi Kepulauan Halmahera dan sebagian Sulawesi Utara.
  • Lempeng Banda, yang bergerak ke arah barat laut dengan kecepatan sekitar 7 cm/tahun. Lempeng ini merupakan lempeng mikro yang terletak di antara lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia, yang meliputi Kepulauan Banda dan sebagian Sulawesi Tenggara.

Interaksi antara lempeng-lempeng ini menghasilkan lima daerah tektonik yang memiliki karakteristik geologi yang berbeda di pulau Sulawesi, yaitu:

  • Daerah Tektonik Sulawesi Barat, yang terbentuk akibat subduksi (penyelaman) lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Eurasia. Daerah ini ditandai oleh adanya busur vulkanik, cekungan sedimen, dan pegunungan lipatan yang berarah barat laut-tenggara. Daerah ini meliputi Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
  • Daerah Tektonik Sulawesi Tengah, yang terbentuk akibat kolisi (tumbukan) lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia. Daerah ini ditandai oleh adanya kompleks ofiolit, batuan metamorf tingkat tinggi, dan sesar-sesar besar yang berarah utara-selatan. Daerah ini meliputi Sulawesi Tengah dan sebagian Sulawesi Selatan.
  • Daerah Tektonik Sulawesi Timur, yang terbentuk akibat subduksi lempeng Pasifik ke bawah lempeng Eurasia. Daerah ini ditandai oleh adanya busur vulkanik, cekungan sedimen, dan pegunungan lipatan yang berarah timur laut-barat daya. Daerah ini meliputi Sulawesi Tenggara dan sebagian Sulawesi Utara.
  • Daerah Tektonik Sulawesi Utara, yang terbentuk akibat subduksi lempeng Sangihe dan lempeng Halmahera ke bawah lempeng Eurasia. Daerah ini ditandai oleh adanya busur vulkanik, cekungan sedimen, dan pegunungan lipatan yang berarah utara-selatan. Daerah ini meliputi Sulawesi Utara dan sebagian Sulawesi Tengah.
  • Daerah Tektonik Sulawesi Selatan, yang terbentuk akibat subduksi lempeng Banda ke bawah lempeng Eurasia. Daerah ini ditandai oleh adanya busur vulkanik, cekungan sedimen, dan pegunungan lipatan yang berarah timur-barat. Daerah ini meliputi Sulawesi Selatan dan sebagian Sulawesi Tenggara.

Proses terbentuknya pulau Sulawesi dapat ditelusuri dari masa Paleozoik hingga Kuarter, dengan tahapan sebagai berikut:

  • Pada masa Paleozoik, pulau Sulawesi belum terbentuk, dan wilayahnya masih berupa dasar laut yang terpisah-pisah. Di wilayah Sulawesi Barat dan Tengah, terdapat batuan vulkanik dan sedimen yang terdeformasi akibat subduksi lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Eurasia. Di wilayah Sulawesi Timur dan Utara, terdapat batuan ofiolit yang terobduksi akibat subduksi lempeng Pasifik ke bawah lempeng Eurasia. Di wilayah Sulawesi Selatan, terdapat batuan vulkanik dan sedimen yang terdeformasi akibat subduksi lempeng Banda ke bawah lempeng Eurasia.
  • Pada masa Mesozoik, pulau Sulawesi mulai terbentuk, dan wilayahnya masih berupa pulau-pulau kecil yang terpisah-pisah. Di wilayah Sulawesi Barat dan Tengah, terjadi kolisi antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia, yang mengakibatkan terangkatnya batuan vulkanik dan sedimen menjadi pegunungan lipatan. Di wilayah Sulawesi Timur dan Utara, terjadi subduksi lempeng Pasifik ke bawah lempeng Eurasia, yang mengakibatkan terbentuknya busur vulkanik dan cekungan sedimen. Di wilayah Sulawesi Selatan, terjadi subduksi lempeng Banda ke bawah lempeng Eurasia, yang mengakibatkan terbentuknya busur vulkanik dan cekungan sedimen.
  • Pada masa Tersier, pulau Sulawesi semakin terbentuk, dan wilayahnya masih berupa pulau-pulau besar yang terpisah-pisah. Di wilayah Sulawesi Barat dan Tengah, terjadi deformasi dan erosi pada pegunungan lipatan, yang menghasilkan batuan metamorf dan sedimen. Di wilayah Sulawesi Timur dan Utara, terjadi subduksi lempeng Sangihe dan lempeng Halmahera ke bawah lempeng Eurasia, yang mengakibatkan terbentuknya busur vulkanik dan cekungan sedimen. Di wilayah Sulawesi Selatan, terjadi subduksi lempeng Banda ke bawah lempeng Eurasia, yang mengakibatkan terbentuknya busur vulkanik dan cekungan sedimen.
  • Pada masa Kuarter, pulau Sulawesi sudah terbentuk, dan wilayahnya sudah berupa pulau yang utuh. Di wilayah Sulawesi Barat dan Tengah, terjadi sedimentasi dan vulkanisme yang menghasilkan batuan sedimen dan vulkanik. Di wilayah Sulawesi Timur dan Utara, terjadi sedimentasi dan vulkanisme yang menghasilkan batuan sedimen dan vulkanik. Di wilayah Sulawesi Selatan, terjadi sedimentasi dan vulkanisme yang menghasilkan batuan sedimen dan vulkanik.

Struktur Geologi Pulau Sulawesi

Struktur geologi pulau Sulawesi terdiri dari sesar, lipatan, dan rekahan yang berdampak pada morfologi dan geodinamika pulau ini. Sesar adalah patahan atau retakan pada batuan yang disertai dengan pergeseran relatif antara kedua sisi patahan. Lipatan adalah lengkungan atau pembengkokan pada batuan yang disebabkan oleh tekanan lateral. Rekahan adalah retakan pada batuan yang tidak disertai dengan pergeseran relatif antara kedua sisi retakan.

Sesar yang terdapat di pulau Sulawesi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

  • Sesar utama, yang merupakan sesar yang memiliki panjang, kedalaman, dan pergeseran yang besar, serta mempengaruhi struktur geologi regional. Sesar utama yang ada di pulau Sulawesi adalah:
    • Sesar Palu-Koro, yang merupakan sesar naik sejajar (strike-slip) dengan arah utara-selatan, yang memisahkan daerah tektonik Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara. Sesar ini memiliki panjang sekitar 300 km, kedalaman sekitar 20 km, dan pergeseran sekitar 4 cm/tahun.
    • Sesar Matano, yang merupakan sesar turun normal (normal fault) dengan arah barat laut-tenggara, yang memisahkan daerah tektonik Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Sesar ini memiliki panjang sekitar 200 km, kedalaman sekitar 15 km, dan pergeseran sekitar 2 cm/tahun.
    • Sesar Lawanopo, yang merupakan sesar naik sejajar (strike-slip) dengan arah barat laut-tenggara, yang memisahkan daerah tektonik Sulawesi Tengah dan Sulawesi Timur. Sesar ini memiliki panjang sekitar 150 km, kedalaman sekitar 10 km, dan pergeseran sekitar 1 cm/tahun.
    • Sesar Walanae, yang merupakan sesar turun normal (normal fault) dengan arah timur-barat, yang memisahkan daerah tektonik Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Sesar ini memiliki panjang sekitar 100 km, kedalaman sekitar 5 km, dan pergeseran sekitar 1 cm/tahun.
  • Sesar sekunder, yang merupakan sesar yang memiliki panjang, kedalaman, dan pergeseran yang kecil, serta mempengaruhi struktur geologi lokal. Sesar sekunder yang ada di pulau Sulawesi adalah:
    • Sesar Parigi, yang merupakan sesar naik sejajar (strike-slip) dengan arah utara-selatan, yang terdapat di daerah Sulawesi Tengah. Sesar ini memiliki panjang sekitar 50 km, kedalaman sekitar 2 km, dan pergeseran sekitar 0,5 cm/tahun.
    • Sesar Poso, yang merupakan sesar turun normal (normal fault) dengan arah barat laut-tenggara, yang terdapat di daerah Sulawesi Tengah. Sesar ini memiliki panjang sekitar 40 km, kedalaman sekitar 2 km, dan pergeseran sekitar 0,5 cm/tahun.
    • Sesar Bone, yang merupakan sesar naik sejajar (strike-slip) dengan arah timur-barat, yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Sesar ini memiliki panjang sekitar 30 km, kedalaman sekitar 1 km, dan pergeseran sekitar 0,5 cm/tahun.
    • Sesar Kendari, yang merupakan sesar turun normal (normal fault) dengan arah utara-selatan, yang terdapat di daerah Sulawesi Tenggara. Sesar ini memiliki panjang sekitar 20 km, kedalaman sekitar 1 km, dan pergeseran sekitar 0,5 cm/tahun.

Lipatan yang terdapat di pulau Sulawesi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

  • Lipatan utama, yang merupakan lipatan yang memiliki panjang, lebar, dan tinggi yang besar, serta mempengaruhi struktur geologi regional. Lipatan utama yang ada di pulau Sulawesi adalah:
    • Lipatan Latimojong, yang merupakan lipatan antiklinal (membengkok ke atas) dengan sumbu berarah barat laut-tenggara, yang terbentuk akibat kolisi lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia. Lipatan ini memiliki panjang sekitar 200 km, lebar sekitar 50 km, dan tinggi sekitar 3 km. Lipatan ini meliputi Pegunungan Latimojong di daerah Sulawesi Selatan.
    • Lipatan Kolonodale, yang merupakan lipatan antiklinal (membengkok ke atas) dengan sumbu berarah timur laut-barat daya, yang terbentuk akibat subduksi lempeng Pasifik ke bawah lempeng Eurasia. Lipatan ini memiliki panjang sekitar 150 km, lebar sekitar 40 km, dan tinggi sekitar 2 km. Lipatan ini meliputi Pegunungan Kolonodale di daerah Sulawesi Tengah.
    • Lipatan Tomini, yang merupakan lipatan antiklinal (membengkok ke atas) dengan sumbu berarah utara-selatan, yang terbentuk akibat subduksi lempeng Sangihe dan lempeng Halmahera ke bawah lempeng Eurasia. Lipatan ini memiliki panjang sekitar 100 km, lebar sekitar 30 km, dan tinggi sekitar 2 km. Lipatan ini meliputi Pegunungan Tomini di daerah Sulawesi Utara.
    • Lipatan Gorontalo, yang merupakan lipatan antiklinal (membengkok ke atas) dengan sumbu berarah utara-selatan, yang terbentuk akibat subduksi lempeng Sangihe dan lempeng Halmahera ke bawah lempeng Eurasia. Lipatan ini memiliki panjang sekitar 80 km, lebar sekitar 20 km, dan tinggi sekitar 1 km. Lipatan ini meliputi Pegunungan Gorontalo di daerah Sulawesi Utara.
  • Lipatan sekunder, yang merupakan lipatan yang memiliki panjang, lebar, dan tinggi yang kecil, serta mempengaruhi struktur geologi lokal. Lipatan sekunder yang ada di pulau Sulawesi adalah:
    • Lipatan Palopo, yang merupakan lipatan sinklinal (membengkok ke bawah) dengan sumbu berarah barat laut-tenggara, yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Lipatan ini memiliki panjang sekitar 40 km, lebar sekitar 10 km, dan tinggi sekitar 0,5 km. Lipatan ini meliputi Lembah Palopo di daerah Sulawesi Selatan.
    • Lipatan Poso, yang merupakan lipatan sinklinal (membengkok ke bawah) dengan sumbu berarah barat laut-tenggara, yang terdapat di daerah Sulawesi Tengah. Lipatan ini memiliki panjang sekitar 30 km, lebar sekitar 8 km, dan tinggi sekitar 0,5 km. Lipatan ini meliputi Lembah Poso di daerah Sulawesi Tengah.
    • Lipatan Bone, yang merupakan lipatan sinklinal (membengkok ke bawah) dengan sumbu berarah timur-barat, yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Lipatan ini memiliki panjang sekitar 20 km, lebar sekitar 6 km, dan tinggi sekitar 0,5 km. Lipatan ini meliputi Lembah Bone di daerah Sulawesi Selatan.
    • Lipatan Kendari, yang merupakan lipatan sinklinal (membengkok ke bawah) dengan sumbu berarah utara-selatan, yang terdapat di daerah Sulawesi Tenggara. Lipatan ini memiliki panjang sekitar 10 km, lebar sekitar 4 km, dan tinggi sekitar 0,5 km. Lipatan ini meliputi Lembah Kendari di daerah Sulawesi Tenggara.

Rekahan yang terdapat di pulau Sulawesi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

  • Rekahan utama, yang merupakan rekahan yang memiliki panjang, lebar, dan kedalaman yang besar, serta mempengaruhi struktur geologi regional. Rekahan utama yang ada di pulau Sulawesi adalah:
    • Rekahan Makassar, yang merupakan rekahan dengan arah utara-selatan, yang terbentuk akibat perluasan lempeng Eurasia. Rekahan ini memiliki panjang sekitar 300 km, lebar sekitar 100 km, dan kedalaman sekitar 10 km. Rekahan ini meliputi Selat Makassar di daerah Sulawesi Barat dan Selatan.
    • Rekahan Tolo, yang merupakan rekahan dengan arah timur laut-barat daya, yang terbentuk akibat perluasan lempeng Eurasia. Rekahan ini memiliki panjang sekitar 200 km, lebar sekitar 80 km, dan kedalaman sekitar 8 km. Rekahan ini meliputi Teluk Tolo di daerah Sulawesi Tenggara.
    • Rekahan Tomini, yang merupakan rekahan dengan arah utara-selatan, yang terbentuk akibat perluasan lempeng Eurasia. Rekahan ini memiliki panjang sekitar 150 km, lebar sekitar 60 km, dan kedalaman sekitar 6 km. Rekahan ini meliputi Teluk Tomini di daerah Sulawesi Tengah dan Utara.
    • Rekahan Gorontalo, yang merupakan rekahan dengan arah utara-selatan, yang terbentuk akibat perluasan lempeng Eurasia. Rekahan ini memiliki panjang sekitar 100 km, lebar sekitar 40 km, dan kedalaman sekitar 4 km. Rekahan ini meliputi Teluk Gorontalo di daerah Sulawesi Utara.
    • Rekahan sekunder, yang merupakan rekahan yang memiliki panjang, lebar, dan kedalaman yang kecil, serta mempengaruhi struktur geologi lokal. Rekahan sekunder yang ada di pulau Sulawesi adalah:
    • Rekahan Palu, yang merupakan rekahan dengan arah utara-selatan, yang terdapat di daerah Sulawesi Tengah. Rekahan ini memiliki panjang sekitar 50 km, lebar sekitar 20 km, dan kedalaman sekitar 2 km. Rekahan ini meliputi Laut Palu di daerah Sulawesi Tengah.
    • Rekahan Poso, yang merupakan rekahan dengan arah barat laut-tenggara, yang terdapat di daerah Sulawesi Tengah. Rekahan ini memiliki panjang sekitar 40 km, lebar sekitar 16 km, dan kedalaman sekitar 2 km. Rekahan ini meliputi Danau Poso di daerah Sulawesi Tengah.
    • Rekahan Bone, yang merupakan rekahan dengan arah timur-barat, yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rekahan ini memiliki panjang sekitar 30 km, lebar sekitar 12 km, dan kedalaman sekitar 2 km. Rekahan ini meliputi Danau Tempe dan Danau Sidenreng di daerah Sulawesi Selatan.
    • Rekahan Kendari, yang merupakan rekahan dengan arah utara-selatan, yang terdapat di daerah Sulawesi Tenggara. Rekahan ini memiliki panjang sekitar 20 km, lebar sekitar 8 km, dan kedalaman sekitar 2 km. Rekahan ini meliputi Teluk Kendari di daerah Sulawesi Tenggara.

Dampak dari sesar, lipatan, dan rekahan terhadap morfologi dan geodinamika pulau Sulawesi adalah sebagai berikut:

  • Sesar, lipatan, dan rekahan menyebabkan terjadinya deformasi, pergeseran, dan pembengkokan pada batuan, yang mengubah bentuk dan susunan lapisan batuan.
  • Sesar, lipatan, dan rekahan menyebabkan terjadinya aktivitas seismik, yaitu gempa bumi yang diakibatkan oleh pelepasan energi akibat pergerakan lempeng dan batuan. Pulau Sulawesi merupakan salah satu daerah yang sering mengalami gempa bumi, baik yang bersifat tektonik maupun vulkanik.
  • Sesar, lipatan, dan rekahan menyebabkan terjadinya aktivitas vulkanik, yaitu letusan gunung berapi yang diakibatkan oleh naiknya magma dari dalam bumi. Pulau Sulawesi memiliki beberapa gunung berapi aktif, seperti Gunung Soputan, Gunung Lokon, Gunung Awu, Gunung Colo, dan Gunung Una-Una.
  • Sesar, lipatan, dan rekahan menyebabkan terjadinya aktivitas hidrotermal, yaitu aliran air panas yang berasal dari dalam bumi. Pulau Sulawesi memiliki beberapa sumber air panas, seperti Air Panas Lahendong, Air Panas Karumengan, Air Panas Bancea, dan Air Panas Morowali.
  • Sesar, lipatan, dan rekahan menyebabkan terjadinya aktivitas geomorfik, yaitu perubahan bentuk permukaan bumi akibat proses alam, seperti erosi, sedimentasi, pelapukan, dan pelarutan. Pulau Sulawesi memiliki beberapa bentuk permukaan bumi yang unik, seperti karst, delta, pantai, dan pulau-pulau kecil.

Stratigrafi Pulau Sulawesi

Stratigrafi adalah ilmu yang mempelajari tentang susunan, hubungan, dan sejarah lapisan batuan. Stratigrafi pulau Sulawesi terdiri dari batuan vulkanik, sedimen, metamorf, dan ofiolit yang memiliki hubungan stratigrafi antara daerah tektonik yang berbeda.

Stratigrafi pulau Sulawesi dapat dilihat pada gambar berikut:

Stratigrafi pulau Sulawesi menunjukkan umur, ketebalan, litologi, dan fosil yang terdapat pada setiap lapisan batuan. Umur adalah waktu terbentuknya batuan, yang dapat ditentukan dengan metode radiometrik atau biostratigrafi. Ketebalan adalah jarak antara permukaan atas dan bawah lapisan batuan, yang dapat diukur dengan metode geofisika atau pengeboran. Litologi adalah ciri fisik dan kimia batuan, seperti warna, tekstur, mineral, dan komposisi. Fosil adalah sisa-sisa atau jejak makhluk hidup yang terawetkan dalam batuan, yang dapat digunakan sebagai petunjuk lingkungan pengendapan, evolusi, dan korelasi.

Hubungan stratigrafi antara daerah tektonik yang berbeda di pulau Sulawesi adalah sebagai berikut:

  • Daerah tektonik Sulawesi Barat dan Tengah memiliki stratigrafi yang mirip, yaitu terdiri dari batuan vulkanik dan sedimen yang berasal dari zaman Paleozoik hingga Mesozoik, yang terdeformasi akibat kolisi lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia, serta batuan vulkanik, sedimen, dan ofiolit yang berasal dari zaman Tersier, yang terdeformasi akibat subduksi lempeng Pasifik ke bawah lempeng Eurasia. Daerah ini memiliki fosil yang khas, seperti foraminifera, radiolaria, dan amonit, yang menunjukkan lingkungan pengendapan laut dalam.
  • Daerah tektonik Sulawesi Timur dan Utara memiliki stratigrafi yang mirip, yaitu terdiri dari batuan vulkanik dan sedimen yang berasal dari zaman Tersier, yang terdeformasi akibat subduksi lempeng Pasifik, lempeng Sangihe, dan lempeng Halmahera ke bawah lempeng Eurasia, serta batuan vulkanik dan sedimen yang berasal dari zaman Kuarter, yang terdeformasi akibat aktivitas vulkanik dan seismik. Daerah ini memiliki fosil yang khas, seperti coral, gastropoda, dan bivalvia, yang menunjukkan lingkungan pengendapan laut dangkal.
  • Daerah tektonik Sulawesi Selatan memiliki stratigrafi yang berbeda, yaitu terdiri dari batuan vulkanik dan sedimen yang berasal dari zaman Tersier, yang terdeformasi akibat subduksi lempeng Banda ke bawah lempeng Eurasia, serta batuan vulkanik dan sedimen yang berasal dari zaman Kuarter, yang terdeformasi akibat aktivitas vulkanik dan seismik. Daerah ini memiliki fosil yang khas, seperti nummulit, alveolina, dan orbitoid, yang menunjukkan lingkungan pengendapan laut hangat.

Potensi Sumber Daya Alam Pulau Sulawesi

Potensi sumber daya alam pulau Sulawesi meliputi mineral, batubara, panas bumi, migas, dan air tanah yang memiliki lokasi, cadangan, dan kualitas yang bervariasi. Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Mineral adalah benda padat alami yang memiliki susunan kimia dan struktur kristal tertentu, yang dapat ditemukan dalam batuan atau endapan. Mineral yang terdapat di pulau Sulawesi adalah:

  • Emas, yang merupakan mineral logam mulia yang berwarna kuning mengkilap, yang dapat digunakan sebagai perhiasan, mata uang, dan elektronik. Emas yang terdapat di pulau Sulawesi memiliki kandungan sekitar 1-10 gram/ton, yang tergolong rendah hingga sedang. Lokasi penambangan emas di pulau Sulawesi adalah di daerah Sulawesi Utara (Toka Tindung, Poboya, Ratatotok), Sulawesi Tengah (Dongi-Dongi, Wawonii, Banggai), Sulawesi Selatan (Bulukumba, Bone, Luwu), dan Sulawesi Tenggara (Bombana, Kolaka
  • Mineral yang terdapat di pulau Sulawesi adalah:
    • Emas, yang merupakan mineral logam mulia yang berwarna kuning mengkilap, yang dapat digunakan sebagai perhiasan, mata uang, dan elektronik. Emas yang terdapat di pulau Sulawesi memiliki kandungan sekitar 1-10 gram/ton, yang tergolong rendah hingga sedang. Lokasi penambangan emas di pulau Sulawesi adalah di daerah Sulawesi Utara (Toka Tindung, Poboya, Ratatotok), Sulawesi Tengah (Dongi-Dongi, Wawonii, Banggai), Sulawesi Selatan (Bulukumba, Bone, Luwu), dan Sulawesi Tenggara (Bombana, Kolaka)¹².
    • Nikel, yang merupakan mineral logam transisi yang berwarna putih keperakan, yang dapat digunakan sebagai bahan baku baja, baterai, dan koin. Nikel yang terdapat di pulau Sulawesi memiliki kandungan sekitar 1-2%, yang tergolong tinggi. Lokasi penambangan nikel di pulau Sulawesi adalah di daerah Sulawesi Tengah (Morowali, Bahodopi), Sulawesi Tenggara (Pomalaa, Lasolo, Sorowako), dan Sulawesi Utara (Bolaang Mongondow, Bolaang Uki)³⁴.
    • Tembaga, yang merupakan mineral logam transisi yang berwarna merah kecoklatan, yang dapat digunakan sebagai bahan kelistrikan, elektronik, dan perpipaan. Tembaga yang terdapat di pulau Sulawesi memiliki kandungan sekitar 0,5-1%, yang tergolong rendah. Lokasi penambangan tembaga di pulau Sulawesi adalah di daerah Sulawesi Tengah (Toli-Toli, Buol), Sulawesi Selatan (Enrekang, Sidrap), dan Sulawesi Tenggara (Kendari, Kolaka)⁵ .
    • Seng, yang merupakan mineral logam transisi yang berwarna putih kebiruan, yang dapat digunakan sebagai bahan anti karat, baterai, dan kosmetik. Seng yang terdapat di pulau Sulawesi memiliki kandungan sekitar 0,5-1%, yang tergolong rendah. Lokasi penambangan seng di pulau Sulawesi adalah di daerah Sulawesi Tengah (Toli-Toli, Donggala), Sulawesi Selatan (Bone, Wajo), dan Sulawesi Tenggara (Kolaka, Konawe)⁵ .
    • Besi, yang merupakan mineral logam transisi yang berwarna abu-abu gelap, yang dapat digunakan sebagai bahan baku baja, alat transportasi, dan alat pertanian. Besi yang terdapat di pulau Sulawesi memiliki kandungan sekitar 40-60%, yang tergolong tinggi. Lokasi penambangan besi di pulau Sulawesi adalah di daerah Sulawesi Tengah (Poso, Parigi Moutong), Sulawesi Selatan (Bantaeng, Bulukumba), dan Sulawesi Tenggara (Kolaka, Konawe)⁵ .
    • Kaolin, yang merupakan mineral lempung yang berwarna putih, yang dapat digunakan sebagai bahan keramik, kertas, cat, dan obat. Kaolin yang terdapat di pulau Sulawesi memiliki kandungan sekitar 20-40%, yang tergolong sedang. Lokasi penambangan kaolin di pulau Sulawesi adalah di daerah Sulawesi Tengah (Palu, Sigi), Sulawesi Selatan (Gowa, Takalar), dan Sulawesi Tenggara (Kendari, Muna)⁵ .
    • Batu gamping, yang merupakan mineral karbonat yang berwarna putih, yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan, semen, dan kapur. Batu gamping yang terdapat di pulau Sulawesi memiliki kandungan sekitar 80-90%, yang tergolong tinggi. Lokasi penambangan batu gamping di pulau Sulawesi adalah di daerah Sulawesi Tengah (Donggala, Parigi Moutong), Sulawesi Selatan (Maros, Pangkep), dan Sulawesi Tenggara (Kolaka, Bombana)⁵ .

Batubara adalah bahan bakar fosil yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang terkubur di dalam tanah selama jutaan tahun. Batubara yang terdapat di pulau Sulawesi memiliki kualitas yang bervariasi, mulai dari lignit, sub-bituminus, hingga bituminus. Lokasi penambangan batubara di pulau Sulawesi adalah di daerah Sulawesi Tengah (Morowali, Banggai), Sulawesi Selatan (Enrekang, Luwu), dan Sulawesi Tenggara (Kolaka, Konawe) .

Panas bumi adalah energi panas yang berasal dari dalam bumi, yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik, pemanas, dan pengering. Panas bumi yang terdapat di pulau Sulawesi memiliki potensi yang cukup besar, yaitu sekitar 1.200 MW. Lokasi pengembangan panas bumi di pulau Sulawesi adalah di daerah Sulawesi Utara (Lahendong, Tompaso, Kotamobagu), Sulawesi Tengah (Lore Lindu, Una-Una, Bora Pulu), dan Sulawesi Selatan (Bancea, Buntu Kunik, Bulukumba) .

Migas adalah singkatan dari minyak dan gas, yang merupakan bahan bakar fosil yang terbentuk dari sisa-sisa makhluk hidup yang terkubur di dalam tanah selama jutaan tahun. Migas yang terdapat di pulau Sulawesi memiliki cadangan yang terbatas, yaitu sekitar 0,5% dari cadangan nasional. Lokasi produksi migas di pulau Sulawesi adalah di daerah Sulawesi Tengah (Senoro, Donggi, Matindok), Sulawesi Selatan (Pare-Pare, Barru, Bone), dan Sulawesi Tenggara (Wangi-Wangi, Buton, Muna) .

Air tanah adalah air yang tersimpan di dalam tanah, yang dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, pertanian, dan industri. Air tanah yang terdapat di pulau Sulawesi memiliki ketersediaan yang cukup melimpah, yaitu sekitar 20% dari ketersediaan nasional. Lokasi sumber air tanah di pulau Sulawesi adalah di daerah Sulawesi Tengah (Palu, Poso, Parigi Moutong), Sulawesi Selatan (Makassar, Maros, Gowa), dan Sulawesi Tenggara (Kendari, Kolaka, Konawe) .

Penutup

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:

  • Pulau Sulawesi memiliki geologi yang unik dan kaya, yang dipengaruhi oleh pertemuan tiga lempeng besar dan beberapa lempeng kecil yang saling berinteraksi.
  • Pulau Sulawesi memiliki peta geologi yang menunjukkan jenis-jenis batuan dan formasi geologi yang ada di pulau ini, yang berasal dari zaman Paleozoik hingga Kuarter.
  • Pulau Sulawesi memiliki setting geologi yang terbagi menjadi lima daerah tektonik yang memiliki karakteristik geologi yang berbeda, yaitu Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan.
  • Pulau Sulawesi memiliki struktur geologi yang terdiri dari sesar, lipatan, dan rekahan yang berdampak pada morfologi dan geodinamika pulau ini, yang menyebabkan terjadinya aktivitas seismik, vulkanik, hidrotermal, dan geomorfik.
  • Pulau Sulawesi memiliki stratigrafi yang terdiri dari batuan vulkanik, sedimen, metamorf, dan ofiolit yang memiliki hubungan stratigrafi antara daerah tektonik yang berbeda, yang menunjukkan umur, ketebalan, litologi, dan fosil yang terdapat pada setiap lapisan batuan.
  • Pulau Sulawesi memiliki potensi sumber daya alam yang meliputi mineral, batubara, panas bumi, migas, dan air tanah yang memiliki lokasi, cadangan, dan kualitas yang bervariasi, yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup manusia.

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:

  • Melakukan penelitian lebih mendalam tentang geologi pulau Sulawesi, dengan menggunakan metode dan teknologi yang lebih canggih, seperti penginderaan jauh, pemodelan numerik, dan analisis isotop.
  • Melakukan penelitian lebih luas tentang geologi pulau Sulawesi, dengan melibatkan daerah-daerah yang belum terpetakan atau terexplorasi, seperti daerah pedalaman, perairan, dan kepulauan sekitarnya.
  • Melakukan penelitian lebih terpadu tentang geologi pulau Sulawesi, dengan mengkaitkan aspek-aspek geologi dengan aspek-aspek lain, seperti biologi, sosial, ekonomi, dan budaya.

Daftar pustaka yang digunakan dalam artikel ini adalah sebagai berikut:

  • Hamilton, W. (1979). Tectonics of the Indonesian Region. US Geological Survey Professional Paper 1078.
  • Katili, J.A. (1989). Geologi Indonesia: Seri Tektonik. Bandung: ITB.
  • Simandjuntak, T.O. dan Barber, A.J. (1996). Geologi dan Tatanan Tektonik Sulawesi. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
  • Sukamto, R. (2000). Geologi Sulawesi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  • Surono, dkk. (2012). Geologi Sulawesi. Bandung: Badan Geologi.

Sekian artikel yang saya tulis tentang pulau Sulawesi dalam keilmuan geologi. Saya harap artikel ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi Anda. Terima kasih telah membaca artikel ini. .

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top