Eksplorasi Geologi di Indonesia: Van Bemmelen dan Aspek Teknisnya

Eksplorasi Geologi di Indonesia: Van Bemmelen dan Aspek Teknisnya

Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman geologi. Dari Sabang sampai Merauke, kita dapat menemukan berbagai macam fenomena geologi, seperti gunung berapi, gempa bumi, tsunami, pegunungan, cekungan, pulau-pulau, dan lain-lain. Geologi Indonesia juga memiliki potensi yang besar dalam hal sumber daya mineral dan energi, seperti minyak bumi, gas alam, batubara, emas, tembaga, nikel, timah, dan lain-lain. Namun, untuk memahami dan memanfaatkan geologi Indonesia dengan baik, kita perlu melakukan eksplorasi geologi yang sistematis dan ilmiah.

Eksplorasi geologi adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengungkap dan menginterpretasikan data geologi dari suatu wilayah atau objek tertentu. Eksplorasi geologi melibatkan pengamatan lapangan, pengambilan sampel, pengukuran, pengujian laboratorium, pemodelan matematika, analisis statistik, dan penyusunan laporan. Eksplorasi geologi dapat dilakukan untuk berbagai tujuan, seperti penelitian ilmiah, pendidikan, pengembangan sumber daya mineral dan energi, mitigasi bencana alam, konservasi lingkungan, dan lain-lain.

Eksplorasi geologi di Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan menarik. Sejak zaman kolonial hingga kemerdekaan, banyak ilmuwan dan ahli geologi dari dalam dan luar negeri yang telah berkontribusi dalam mengembangkan pengetahuan tentang geologi Indonesia. Salah satu tokoh yang paling terkenal dan berpengaruh dalam eksplorasi geologi di Indonesia adalah Reinout Willem van Bemmelen.

Van Bemmelen adalah seorang ahli geologi Belanda yang lahir pada tahun 1904 di Rotterdam. Ia menempuh pendidikan di Universitas Leiden dan mendapatkan gelar doktor pada tahun 1929 dengan disertasi tentang gunung berapi Bromo di Jawa Timur. Ia kemudian bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Departemen Pertambangan Hindia Belanda (sekarang Indonesia) dan menjadi kepala bagian geologi pada tahun 1937. Ia juga menjadi profesor tamu di Universitas Indonesia pada tahun 1948.

Van Bemmelen dikenal sebagai bapak geologi Indonesia karena karyanya yang monumental berjudul “The Geology of Indonesia” yang diterbitkan pada tahun 1949. Buku ini merupakan buku pertama yang membahas secara menyeluruh tentang geologi Indonesia dari berbagai aspek, seperti stratigrafi, tektonik, vulkanik, geomorfologi, hidrologi, paleontologi, mineralogi, petrologi, ekonomi, dan sejarah. Buku ini menjadi acuan utama bagi para peneliti dan praktisi geologi di Indonesia hingga saat ini.

Salah satu kontribusi terbesar Van Bemmelen dalam eksplorasi geologi di Indonesia adalah teori orogeni yang ia kemukakan dalam bukunya tersebut. Teori orogeni adalah teori yang menjelaskan tentang proses pembentukan pegunungan atau orogeni. Teori orogeni Van Bemmelen berbeda dari teori orogeni konvensional yang didasarkan pada konsep tektonik lempeng. Teori orogeni Van Bemmelen didasarkan pada konsep undation theory atau teori undasi.

Undation theory adalah teori yang mengatakan bahwa pegunungan terbentuk akibat adanya gaya vertikal dari mantel bumi yang mendorong kerak bumi ke atas atau ke bawah. Gaya vertikal ini disebabkan oleh adanya perbedaan massa antara mantel bumi bagian atas (astenosfer) dan bagian bawah (mesosfer). Astenosfer adalah lapisan mantel bumi yang bersifat plastis dan dapat mengalir, sedangkan mesosfer adalah lapisan mantel bumi yang bersifat padat dan kaku. Perbedaan massa ini menyebabkan adanya aliran konveksi di dalam mantel bumi, yang kemudian mempengaruhi kerak bumi di atasnya.

Van Bemmelen mengembangkan undation theory dengan menambahkan konsep mantle plume atau aliran mantel dan geosyncline atau cekungan geosinklinal. Mantle plume adalah aliran mantel bumi yang naik dari bagian dalam bumi hingga mencapai permukaan kerak bumi. Mantle plume dapat menyebabkan terjadinya vulkanisme, pembentukan pulau-pulau, dan perluasan kerak bumi. Geosyncline adalah cekungan yang terbentuk akibat penurunan kerak bumi oleh gaya vertikal dari mantel bumi. Geosyncline dapat menyimpan sedimen yang kemudian berubah menjadi batuan sedimen.

Teori orogeni Van Bemmelen dapat diterapkan pada geologi Indonesia dengan cara sebagai berikut:

  • Pembentukan pegunungan di Indonesia terjadi akibat adanya gaya vertikal dari mantel bumi yang mendorong kerak bumi ke atas. Gaya vertikal ini disebabkan oleh adanya mantle plume yang naik dari bagian dalam bumi. Contoh pegunungan yang terbentuk oleh mantle plume adalah Pegunungan Barisan di Sumatera, Pegunungan Jawa di Jawa, Pegunungan Meratus di Kalimantan, Pegunungan Sulawesi di Sulawesi, dan Pegunungan Maoke di Papua.
  • Pembentukan cekungan di Indonesia terjadi akibat adanya gaya vertikal dari mantel bumi yang menarik kerak bumi ke bawah. Gaya vertikal ini disebabkan oleh adanya perbedaan massa antara astenosfer dan mesosfer. Contoh cekungan yang terbentuk oleh perbedaan massa adalah Cekungan Sumatera Selatan, Cekungan Jawa Timur, Cekungan Kutai, Cekungan Sulawesi Tengah, dan Cekungan Merauke.
  • Pembentukan busur vulkanik di Indonesia terjadi akibat adanya gaya vertikal dari mantel bumi yang mendorong kerak bumi ke atas. Gaya vertikal ini disebabkan oleh adanya mantle plume yang naik dari bagian dalam bumi. Mantle plume ini menyebabkan terjadinya vulkanisme di permukaan kerak bumi. Contoh busur vulkanik yang terbentuk oleh mantle plume adalah Busur Sunda, Busur Banda, Busur Sangihe, dan Busur Halmahera.

Teori orogeni Van Bemmelen memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:

  • Kelebihan: Teori orogeni Van Bemmelen memberikan gambaran umum tentang geologi Indonesia yang komprehensif dan konsisten. Teori ini dapat menjelaskan berbagai fenomena geologi di Indonesia dengan menggunakan konsep-konsep dasar yang sederhana dan mudah dipahami. Teori ini juga dapat mengintegrasikan berbagai bidang ilmu geologi, seperti stratigrafi, tektonik, vulkanik, geomorfologi, hidrologi, paleontologi, mineralogi, petrologi, dan ekonomi.
  • Kekurangan: Teori orogeni Van Bemmelen kurang memperhatikan faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi geologi Indonesia, seperti tektonik lempeng, paleomagnetisme, dan geokronologi. Teori ini juga kurang sesuai dengan data-data geologi yang lebih baru dan akurat yang diperoleh dari penelitian-penelitian terkini.

Selain teori orogeni Van Bemmelen, ada beberapa aspek teknis lain yang juga penting untuk dipelajari dalam eksplorasi geologi di Indonesia. Aspek-aspek teknis ini meliputi tektonik lempeng, gunung berapi, stratigrafi, dan geologi ekonomi.

Tektonik lempeng adalah teori yang menjelaskan tentang gerakan dan interaksi antara lempeng-lempeng besar yang membentuk permukaan bumi. Lempeng-lempeng ini terdiri dari lapisan kerak bumi dan bagian atas mantel bumi yang disebut litosfer.

Lempeng-lempeng ini bergerak karena adanya gaya dari aliran konveksi di dalam mantel bumi. Gaya ini menyebabkan lempeng-lempeng ini saling bertabrakan, menjauh, atau bergeser. Jenis-jenis batas lempeng dan gerakannya adalah sebagai berikut:

  • Batas konvergen: Batas antara dua lempeng yang saling bertabrakan. Batas ini dapat menyebabkan terjadinya subduksi, kolisi, atau obduksi. Subduksi adalah proses dimana lempeng yang lebih berat (biasanya lempeng samudra) menyelam ke bawah lempeng yang lebih ringan (biasanya lempeng benua). Kolisi adalah proses dimana dua lempeng yang sama-sama berat (biasanya lempeng benua) saling menumpuk. Obduksi adalah proses dimana lempeng yang lebih ringan (biasanya lempeng samudra) terangkat ke atas lempeng yang lebih berat (biasanya lempeng benua).
  • Batas divergen: Batas antara dua lempeng yang saling menjauh. Batas ini dapat menyebabkan terjadinya rifting, spreading, atau transformasi. Rifting adalah proses dimana kerak bumi meregang dan retak akibat gaya tarik dari mantel bumi. Spreading adalah proses dimana magma dari mantel bumi naik ke permukaan dan membentuk kerak bumi baru di antara dua lempeng yang menjauh. Transformasi adalah proses dimana dua lempeng yang menjauh saling bergeser secara horizontal di sepanjang garis patahan.
  • Batas transform: Batas antara dua lempeng yang saling bergeser secara horizontal. Batas ini dapat menyebabkan terjadinya gesekan, gempa, atau sesar. Gesekan adalah proses dimana dua lempeng yang bergeser saling menghalangi atau menghambat gerakan satu sama lain. Gempa adalah proses dimana energi yang terakumulasi akibat gesekan antara dua lempeng dilepaskan secara tiba-tiba dalam bentuk gelombang seismik. Sesar adalah proses dimana kerak bumi pecah atau retak akibat gempa.

Tektonik lempeng dapat diterapkan pada geologi Indonesia dengan cara sebagai berikut:

  • Lempeng-lempeng yang berinteraksi dengan Indonesia adalah Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, Lempeng Filipina, dan Lempeng Sunda. Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik adalah lempeng samudra, sedangkan Lempeng Eurasia, Lempeng Filipina, dan Lempeng Sunda adalah lempeng benua.
  • Batas-batas lempeng yang mempengaruhi Indonesia adalah batas konvergen antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia di sebelah barat dan utara Indonesia, batas konvergen antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Sunda di sebelah timur dan selatan Indonesia, batas divergen antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik di sebelah tenggara Indonesia, dan batas transform antara Lempeng Sunda dan Lempeng Filipina di sebelah utara Indonesia.
  • Sifat-sifat lempeng yang membentuk Indonesia adalah sifat-sifat litosfer dan astenosfer. Litosfer adalah lapisan kerak bumi dan bagian atas mantel bumi yang bersifat padat dan kaku. Astenosfer adalah lapisan mantel bumi yang bersifat plastis dan dapat mengalir. Sifat-sifat litosfer mempengaruhi ketebalan, kekerasan, kepadatan, komposisi, dan temperatur kerak bumi. Sifat-sifat astenosfer mempengaruhi aliran konveksi, gaya vertikal, magma, dan vulkanisme.

Gunung berapi adalah struktur geologi yang terbentuk akibat adanya celah atau lubang di permukaan bumi yang mengeluarkan magma, gas, abu, atau material lainnya dari bagian dalam bumi. Gunung berapi dapat memiliki bentuk yang beragam, seperti kerucut, kaldera, perisai, maupun dataran tinggi.

Gunung berapi memiliki konsep-konsep dasar sebagai berikut:

  • Jenis-jenis magma dan letusannya: Magma adalah cairan panas yang terdiri dari batuan cair, gas, dan kristal yang berasal dari mantel bumi. Magma dapat memiliki komposisi kimia, viskositas, dan temperatur yang berbeda-beda. Komposisi kimia magma dipengaruhi oleh jenis lempeng yang menyelam ke bawah atau naik ke atas. Viskositas magma dipengaruhi oleh kandungan silika, gas, dan kristal di dalamnya. Temperatur magma dipengaruhi oleh kedalaman dan tekanan di dalam bumi. Jenis-jenis magma yang umum adalah magma basaltik, magma andesitik, dan magma riolitik. Magma basaltik memiliki komposisi kimia yang kaya akan besi dan magnesium, viskositas yang rendah, dan temperatur yang tinggi. Magma andesitik memiliki komposisi kimia yang kaya akan silika dan aluminium, viskositas yang sedang, dan temperatur yang sedang. Magma riolitik memiliki komposisi kimia yang sangat kaya akan silika, viskositas yang tinggi, dan temperatur yang rendah. Jenis-jenis letusan gunung berapi dipengaruhi oleh jenis magma yang keluar. Letusan gunung berapi dapat bersifat efusif atau eksplosif. Letusan efusif adalah letusan yang mengeluarkan magma dengan viskositas rendah dan gas sedikit, sehingga menghasilkan aliran lava yang panjang dan cepat. Letusan eksplosif adalah letusan yang mengeluarkan magma dengan viskositas tinggi dan gas banyak, sehingga menghasilkan awan abu, bom vulkanik, lapili, atau piroklastik yang tinggi dan berbahaya.
  • Jenis-jenis gunung berapi dan morfologinya: Gunung berapi dapat memiliki bentuk atau morfologi yang berbeda-beda tergantung pada jenis magma dan letusan yang terjadi. Jenis-jenis gunung berapi yang umum adalah gunung berapi kerucut, gunung berapi kaldera, gunung berapi perisai, dan gunung berapi dataran tinggi. Gunung berapi kerucut adalah gunung berapi yang memiliki bentuk kerucut atau kerucut terbalik dengan lereng yang curam. Gunung berapi kerucut biasanya terbentuk oleh letusan eksplosif dari magma andesitik atau riolitik. Contoh gunung berapi kerucut adalah Gunung Merapi di Jawa Tengah, Gunung Krakatau di Selat Sunda, dan Gunung Tambora di Sumbawa. Gunung berapi kaldera adalah gunung berapi yang memiliki bentuk cekungan atau mangkuk dengan diameter yang besar. Gunung berapi kaldera biasanya terbentuk oleh letusan eksplosif dari magma riolitik yang sangat besar dan dahsyat, sehingga menyebabkan runtuhnya puncak atau dinding gunung berapi. Contoh gunung berapi kaldera adalah Gunung Toba di Sumatera Utara, Gunung Rinjani di Lombok, dan Gunung Batur di Bali. Gunung berapi perisai adalah gunung berapi yang memiliki bentuk perisai atau tameng dengan lereng yang landai. Gunung berapi perisai biasanya terbentuk oleh letusan efusif dari magma basaltik yang banyak dan kontinu, sehingga menyebabkan penumpukan lapisan-lapisan lava yang tipis. Contoh gunung berapi perisai adalah Gunung Agung di Bali, Gunung Kelimutu di Flores, dan Gunung Gamalama di Ternate. Gunung berapi dataran tinggi adalah gunung berapi yang memiliki bentuk dataran tinggi atau plateau dengan permukaan yang datar atau bergelombang. Gunung berapi dataran tinggi biasanya terbentuk oleh letusan efusif dari magma basaltik yang luas dan merata, sehingga menyebabkan pembentukan lapisan-lapisan lava yang tebal. Contoh gunung berapi dataran tinggi adalah Dataran Tinggi Dieng di Jawa Tengah, Dataran Tinggi Malang di Jawa Timur, dan Dataran Tinggi Bogani di Sulawesi Utara.
  • Jenis-jenis produk vulkanik dan dampaknya: Produk vulkanik adalah material atau zat-zat yang dikeluarkan oleh gunung berapi saat meletus. Produk vulkanik dapat berupa padat, cair, atau gas. Jenis-jenis produk vulkanik yang umum adalah sebagai berikut:
  • Lava: Lava adalah magma yang keluar dari gunung berapi dan mengalir di permukaan bumi. Lava dapat memiliki warna, tekstur, dan bentuk yang berbeda-beda tergantung pada komposisi kimia, viskositas, dan temperatur magma. Lava dapat membentuk aliran lava, batuan beku, atau batuan piroklastik.
  • Abu: Abu adalah partikel-partikel halus yang terbentuk dari magma yang meledak atau pecah menjadi potongan-potongan kecil saat meletus. Abu dapat memiliki warna, ukuran, dan bentuk yang berbeda-beda tergantung pada komposisi kimia, viskositas, dan temperatur magma. Abu dapat membentuk awan abu, tefra, atau tuf.
  • Bom vulkanik: Bom vulkanik adalah potongan-potongan besar dari magma yang meletus dengan kecepatan tinggi dan membeku di udara. Bom vulkanik dapat memiliki warna, ukuran, dan bentuk yang berbeda-beda tergantung pada komposisi kimia, viskositas, dan temperatur magma. Bom vulkanik dapat membentuk kerucut lapili, aglomerat, atau breksi.
  • Lapili: Lapili adalah potongan-potongan kecil dari magma yang meletus dengan kecepatan sedang dan membeku di udara. Lapili dapat memiliki warna, ukuran, dan bentuk yang berbeda-beda tergantung pada komposisi kimia, viskositas, dan temperatur magma. Lapili dapat membentuk kerucut lapili, tuf lapili, atau ignimbrit.
  • Piroklastik: Piroklastik adalah aliran panas dan cepat dari gas, abu, bom vulkanik, lapili, atau material lainnya yang keluar dari gunung berapi saat meletus. Piroklastik dapat memiliki warna, ukuran, dan bentuk yang berbeda-beda tergantung pada komposisi kimia, viskositas, dan temperatur magma. Piroklastik dapat membentuk aliran piroklastik, batuan piroklastik, atau ignimbrit.

Produk vulkanik memiliki dampak yang berbeda-beda terhadap lingkungan dan manusia. Dampak-dampak ini dapat bersifat positif atau negatif. Dampak positif produk vulkanik adalah sebagai berikut:

  • Membentuk bentang alam yang indah dan unik
  • Membentuk tanah yang subur dan kaya akan mineral
  • Membentuk sumber daya mineral dan energi yang bernilai ekonomi
  • Membentuk sumber air panas dan geotermal yang bermanfaat bagi kesehatan dan industri
  • Membentuk habitat bagi flora dan fauna yang khas

Dampak negatif produk vulkanik adalah sebagai berikut:

  • Menghancurkan infrastruktur dan properti
  • Menimbulkan korban jiwa dan luka-luka
  • Mengganggu aktivitas transportasi dan komunikasi
  • Mengubah iklim dan cuaca secara global atau lokal
  • Menyebabkan polusi udara, air, tanah, dan suara

Stratigrafi adalah ilmu geologi yang mempelajari tentang susunan lapisan-lapisan batuan di bawah permukaan bumi. Stratigrafi dapat memberikan informasi tentang usia relatif atau absolut batuan, lingkungan pengendapan batuan, sejarah geologi suatu wilayah atau objek tertentu.

Stratigrafi memiliki konsep-konsep dasar sebagai berikut:

  • Prinsip-prinsip stratigrafi: Prinsip-prinsip stratigrafi adalah aturan-aturan dasar yang digunakan untuk menafsirkan susunan lapisan-lapisan batuan. Prinsip-prinsip stratigrafi yang umum adalah sebagai berikut:
    • Prinsip superposisi: Prinsip ini mengatakan bahwa dalam suatu susunan lapisan-lapisan batuan yang tidak terganggu oleh proses geologi lainnya, lapisan batuan yang paling bawah adalah yang paling tua, sedangkan lapisan batuan yang paling atas adalah yang paling muda.
    • Prinsip horisontalitas asli: Prinsip ini mengatakan bahwa lapisan-lapisan batuan yang terbentuk dari proses pengendapan sedimen pada umumnya memiliki bentuk yang horisontal atau mendatar saat pertama kali terbentuk.
    • Prinsip kesinambungan asli: Prinsip ini mengatakan bahwa lapisan-lapisan batuan yang terbentuk dari proses pengendapan sedimen pada umumnya memiliki bentuk yang kontinu atau berkesinambungan dalam arah lateral atau sejajar dengan permukaan bumi, kecuali jika terdapat halangan atau batas yang menghentikannya.
    • Prinsip keterpotongan: Prinsip ini mengatakan bahwa jika terdapat suatu struktur geologi yang memotong atau menembus lapisan-lapisan batuan, maka struktur geologi tersebut lebih muda dari lapisan-lapisan batuan yang dipotong atau ditembusnya.
    • Prinsip inklusi: Prinsip ini mengatakan bahwa jika terdapat suatu potongan atau fragmen batuan yang terdapat di dalam suatu lapisan batuan lain, maka potongan atau fragmen batuan tersebut lebih tua dari lapisan batuan yang mengandungnya.
  • Jenis-jenis batuan sedimen dan prosesnya: Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari proses pengendapan material atau zat-zat yang berasal dari erosi, pelapukan, atau aktivitas biologis. Batuan sedimen dapat memiliki komposisi kimia, tekstur, dan struktur yang berbeda-beda. Jenis-jenis batuan sedimen yang umum adalah sebagai berikut:
    • Batuan sedimen klastik: Batuan sedimen klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan material atau zat-zat yang berupa potongan-potongan kecil dari batuan lain. Batuan sedimen klastik dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok berdasarkan ukuran butirnya, yaitu konglomerat (butir > 2 mm), breksi (butir > 2 mm), pasir (butir 0,0625 – 2 mm), lanau (butir 0,0039 – 0,0625 mm), dan lempung (butir < 0,0039 mm).
    • Batuan sedimen kimia: Batuan sedimen kimia adalah batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan material atau zat-zat yang berupa kristal-kristal mineral yang berasal dari larutan. Batuan sedimen kimia dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok berdasarkan jenis mineralnya, yaitu evaporit (mineral yang berasal dari penguapan air laut, seperti garam dan gipsum), karbonat (mineral yang berasal dari reaksi antara karbon dioksida dan air, seperti kapur dan dolomit), silika (mineral yang berasal dari reaksi antara silikon dioksida dan air, seperti kuarsa dan opal), dan fosfat (mineral yang berasal dari reaksi antara fosfor dan air, seperti apatit dan fosforit).
    • Batuan sedimen organik: Batuan sedimen organik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan material atau zat-zat yang berupa sisa-sisa makhluk hidup. Batuan sedimen organik dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok berdasarkan jenis makhluk hidupnya, yaitu karbon (sisa-sisa tumbuhan darat, seperti gambut dan batubara), kalsit (sisa-sisa hewan laut berkapur, seperti foraminifera dan coccolithophora), aragonit (sisa-sisa hewan laut berkapur, seperti moluska dan koral), silika (sisa-sisa hewan laut bersilika, seperti radiolaria dan diatom), dan fosfat (sisa-sisa hewan darat berfosfat, seperti tulang dan gigi).

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top